Rendang
Rendang dan Minangkabau tak bisa dipisahkan antara satu dan lainnya, kuliner ini sudah menjadi identitas tersendiri ketika menyambut hari-hari besar seperti memasuki bulan puasa dan lebaran. Rendang juga diakui sebagai makanan salah satu makanan terenak di dunia lohh, wahh tentu saja kita sebagai rakyat Indonesia merasa bangga dengan kuliner yang satu ini. Rendang dapat dijumpai di berbagai Rumah Makan Padang dimanapun. Makanan yang satu ini dapat kita rasakan dari mulai yang memasaknya merupakan orang asli Minang, maupun kita sebagai awam pun dapat memasak makanan ini, kita tinggal membeli bahan-bahan yang dibutuhkan lalu untuk bumbunya sendiri, kita dapat membeli bumbu yang sudah jadi. Lalu bagaimana ya kira-kira makanan ini bisa ada? Berikut penjelasannya…
Dikutip dari
artikel "Rendang: The Treasure of Minangkabau” karya Muthia Nurmufid dan
kawan-kawan yang terhimpun dalam Journal of Ethnic Foods (Desember 2017),
istilah rendang atau dalam pelafalan orang Minang yakni randang, berasal dari
kata marandang yang bermakna "secara lambat".
Dalam bahasa
Minangkabau, marandang berarti memasak sesuatu berbahan santan dengan
proses yang lambat (api kecil) hingga mengering. Dihimpun dari berbagai sumber
Liputan6.com, bagi masyarakat Minang, rendang sudah ada sejak dahulu dan telah
menjadi masakan tradisi yang dihidangkan dalam berbagai acara adat dan hidangan
keseharian.
Sebagai
masakan tradisi, rendang diduga telah lahir sejak orang Minang menggelar acara
adat pertamanya. Kemudian seni memasak ini berkembang ke kawasan serantau
berbudaya Melayu lainnya, mulai dari Mandailing, Riau, Jambi, hingga ke negeri
seberang di Negeri Sembilan yang banyak dihuni perantau asal Minangkabau.
Sejarawan
Universitas Andalas Prof Gusti Asnan menduga rendang telah menjadi masakan yang
tersebar luas sejak orang Minang mulai merantau dan berlayar ke Malaka untuk
berdagang pada awal abad ke-16. "Perjalanan perantau melewati sungai dan memakan
waktu lama, randang mungkin menjadi pilihan tepat saat itu sebagai bekal,"
katanya. Rendang kering sangat awet dan tahan berbulan-bulan lamanya. Rendang semakin
terkenal dan tersebar luas sangat jauh melampaui wilayah aslinya berkat budaya
merantau suku Minangkabau.
Perantau
dari Minangkabau tak sedikit yang membuka usaha rumah makan, di seluruh
nusantara bahkan hingga Eropa. Secara tak langsung, rumah makan ini diyakini
memberikan kontribusi besar dalam memperkenalkan rendang di dunia.
Bagi
masyarakat Minangkabau, rendang memiliki filosofi tersendiri, yaitu musyawarah
dan mufakat. Bahan pokoknya merupakan 4 bahan baku yang melambangkan keutuhan
masyarakat Minang, yaitu daging sapi, kelapa, cabai dan bumbu. Filosofinya,
daging sapi yang merupakan lambang Niniak Mamak (para pemimpin suku adat),
kelapa melambangkan “Cadiak Pandai” (kaum intelektual), lado atau cabai
melambangkan “Alim Ulama” yang tegas untuk mengajarkan syariat agama, dan yang
terakhir pemasak atau bumbu yang berarti keseluruhan masyarakat Minangkabau.
Komentar
Posting Komentar