Gudeg

 

Gudeg adalah makanan khas yang berasal dari Yogyakarta. Menurut Murdijati Gardjito, seorang profesor sekaligus peneliti di Pusat Kajian Makanan Tradisional (PMKT), Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM dilansir dari KompasTravel, mengatakan bahwa kemunculan Gudeg diperkirakan bebarengan dengan pembentukan Jogja itu sendiri. Bahkan tepat sebelum Jogja ada. Sejarah gudeg dimulai kala abad ke-16 kala prajurit Kerajaan Mataram membongkar hutan belantara untuk membangun peradaban. Lokasinya sekarang ada di kawasan Kotagede. Ternyata hutan tersebut terdapat banyak pohon nangka dan kelapa.

Sebelum mendapatkan julukan gudeg, dulu mereka menyebut panganan ini dengan sebutan Hangudek yang artinya Mengaduk. Mengapa disebut demikian? Karena kala itu, cara memasak gudeg adalah dengan cara mengaduk santan dan nangka muda dalam tungku besar. Tersebutlah Gudeg. Kuliner ini dulunya hanya populer di kalangan prajurit, namun lambat laun diketahui oleh masyarakat umum karena bahan yang mudah ditemui dan rasanya yang lezat.

Dulu, gudeg hanyalah berupa sayur nangka muda yang dibumbui bersama santan. Karena menjadi kuliner fleksibel, masyarakat pun kadangkala menambahkan tempe dan tahu dalam hidangan. Untuk para darah biru, mereka mencampur dengan telur dan daging ayam. Saat ini banyak sekali lauk pauk yang disandingkan dengan gudeg sebagai pelengkapnya, seperti sambal goreng krecek, telur pindang, tahu dan tempe, ayam goreng, telur rebus.




Ada berbagai varian gudeg, diantaranya gudeg kering yaitu gudeg yang disajikan dengan arah kental, jauh lebih kental dari masakan padang; gudeg basah yaitu gudeg yang disajikan dengan arah encer; dan gudeg solo yaitu gudeg yang arahnya lebih berwarna putih. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk memasak makanan ini, warna coklat biasanya didapatkan dari jaun jati yang dimasak bersamaan dengan Nangka muda tersebut. Ada sebuah cerita yang beredar di masyarakat yang mengisukan bahwa warna coklat pada gudeg dihasilkan dari darah ayam yang ditambahkan pada masakan. Tetapi mitos ini tidak benar, karena warna coklat dihasilkan dari daun kelor.

Mulai tahun 1970 hingga 1980 an, barulah Jogja mulai menggalakkan kawasan gudeg di Jalan Wijilan.  Di sinilah kita bisa menemui gudeg legendaris Yu Djum dan penjual gudeg lainnya. Sekarang, di manapun Anda berada bisa menemukan gudeg Jogja. Mulai dari gudeg dengan cita rasa asli manis, hingga yang rasanya pedas. Mulai dari gudeg basah yang otentik hingga gudeg kering. Kuliner ini tak pernah mati sejak ditemukan.

 


 

Sumber:

Wikipedia

phinemo.com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kue Putu

MITOS MENUNJUK KUBURAN

Kucing Sebatang Kara